Anak-anak adalah masadimana manusia memerlukan contoh dan teladan yang sangat penting bagi perkembangan fase kehidupannya di masa yang akan datang. Masa ini, anak-anak akan dengan cepat melakukan duplikasi terhadap apa yang dia lihat. Baik atau buruk, semuanya akan di duplikasi. Pada masa ini, tentunya sang anak harus mendapatkan perhatian khusus dari kedua orang tuanya, ataupun lingkungannya. Sang anak harus diperlihatkan perbedaan yang jelas antara yang baik dan buruk.
Masa anak-anak adalah masa yang paling indah, masa dimana kita bebas melakukan apa saja, seperti bermain dengan riangnya, mendapatkan kasih saying dari kedua orang tuanya. Tiap anak wajib mendapatkan kesenangan tersebut, karena hal itu merupakan hak yang wajib diberikan orang tua terhadap anak.
Kondisi seringkali membuat sesuatu yang diharapkan untuk berjalan dengan semestinya menjadi tidak berjalan. Hal tersebut termasuk keceriaan anak-anak. Pada beberapa daerah, anak-anak tidak mendapatkan hak yang seharusnya dia dapatkan. Anak-anak bahkan diperlakukan kasar bagai orang tua.
Di beberapa kawasan di Afrika, anak-anak di eksploitasi untuk dijadikan tentara. Anak-anak tersebut dijadikan kombatan sebab para pemimpin gerakan pemberontakan berfikir, anak-anak yang dijadikan sebagai kombatan memiliki banyakmanfaat. Salah satu dari manfaat tersebut adalah, anak-anak masih belum memiliki daya pikir yang baik, sehingga anak-anak bias dibilang terbilang nekat dalam melakukan sesuatu.Itulah sebabnya, anak-anak sering dijadikan garda terdepan dalam beberapa pemberontakan yang terjadi di kawasan Afrika.
Berdasarkan data, daerah-daerah yang menjadi lokasi dimana banyak sekali ditemukan tentara anaka dalah, sebagian besar Negara afrika, Burma, Afghanistan, El Salvador, Equador, Guatemala, Mexico, Nicaragua, Paraguay, Kolombia, dan Peru. Parahnya, di Peru, tentara anak tersebut diberikan sebutan“Little Bells”. Dari kesemua daerah tersebut, yang kurang lebih berjumlah 30 daerah/negara, Human Rights Watch menyebutkan ada sekitar 300.000 tentara di bawah usia 18 tahun yang sekarang aktif berperang dalam konflik bersenjata. Bahkan sumber lain mengatakan kalau tidak sedikit pula anak-anak dibawah 10 tahun ikut dalam berperang, dan mereka pun kadang bertindak lebih kejam ketika menghadapi lawan-lawannya.
Jika kita mencoba menengok lebih jauh kebelakang, anak-anak mulai muncul sebagai kombatan atau terlibat dalam konflik bersenjata adalah sekitara bad ke 18. Pada masa itu, anak-anak tidak langsung turut dalam peperangan tapi hanya sebagai penggembira yaitu penabuh gendering perang. Dari situlah anak-anak mulai direkrut untuk menjadi pembantu sebuah angkatan perang, yang pada akhirnya mulailah ditemui sebuah fenomena dimana anak-anak tergabung dalam tentara perang.
Dari hal tersebut, muncullah berbagai undang-undang tentang perlindungan hak anak, baik dari komite anak di PBB sampai ILO (International Labour Organization) mengeluarkan undang-undang akan hal tersebut.
Pasal 38 Konvensi tentang Hak anak tahun 1989 mewajibkan negara sebagaimana dikatakan didalam Pasal 77 (2) Protokol Tambahan I meletakkan kewajiban pada para pihak yang terlibat konflik untuk tidak merekrut anak-anak yang belum mencapai 15 tahun kedalam angkatan bersenjata dan melibatkan mereka secara langsung dalam petempuran. Negara menghormati dan menjamin penghormatan atas aturan-aturan Hukum Humaniter Internasional yang relevan untuk melindungi anak-anak. Hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 77 (1) protokol tambahan I yang mengharuskan para pihak untuk memelihara dan membantu anak-anak atas dasar usia dan alasan apapun juga. Jika seorang anak yang belum mencapai usia 15 tahun terlibat dalam pertempuran dan jatuh ke tangan musuh, anak tersebut berhak atas perlindungan khusus, tanpa mempersoalkan status tawanan perang atau bukan.
Pasal 4 ayat 3 Protokol Tambahan II 1977 Konvensi Jenewa 1949 , yang digunakan bagi konflik internal suatu negara, Negara, terhadap anak-anak harus diberikan perlindungan dan tindakan yang menolong mereka ketika diperlukan, dan di dalam tindakan utama …. (c)“Anak-anak yang usianya belum mencapai 15 tahun tidak dapat direkrut ke dalam angkatan perang atau di dalam kelompok-kelompok yang terlibat atau ambil bagian ke dalam suatu konflik”. International Committee of the Red Cross (ICRC) mengeluarkan pendapat terhadap hal ini, “tidak saja direkrut, tetapi lebih daripada itu terlibat didalam suatu konflik, berpartisipasi kedalam kegiatan militer seperti memberikan informasi, sebagai kurir, pembawa amunisi, perlengkapan makanan atau tindakan sabotase.
Melihat ada ketentuan Hukum Internasional diatas maka tentulah bisa kita lihat bahwa penggunaan anak-anak untuk membantu kegiatan konflik bersenjata atau bahkan justru menggunakan anak-anak untuk berada di garis depan suatu konflik bersenjata tidak saja melanggar Hukum Humaniter Internasional tetapi juga melanggar Hukum Internasional yakni Konvensi Hak Anak (The Convention on the Rights of the Child) yang disetujui Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1989. Pasal 38 Konvensi tentang Hak Anak tahun 1989 mewajibkan negara-negara menghormati dan menjamin penghormatan atas aturan-aturan Hukum Internasional Humaniter yang relevan untuk melindungi anak-anak. Disamping itu juga tidak boleh dilupakan mengenai Protokol Tambahan Konvensi tersebut yang menerangkan mengenai larangan keterlibatan anak-anak dalam konflik bersenjata (Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the involvement of childrenin armed conflict,25 May 2000).
Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor.182 tahun 1999 juga memberikan pengaturan mengenai perlindungan anak dalam sengketa bersenjata, khususnya mengenai perekrutan anak untuk digunakan dalam sengketa bersenjata. Dalam pasal 1 jo pasal 3 Konvensi ILO tersebut ditegaskan bahwa, negara-negara peserta harus mengambil tindakan dan langkah-langkah yang secara efektif dan segera untuk menjamin larangan dan penghapusan kondisi paling buruk dari tenaga kerja anak sebagai persoalan yang urgen, termasuk perekrutan wajib atau terpaksa dari anak-anak untuk digunakan didalam sengketa bersenjata.
Sungguh ironis memang, ketika anak-anak yang seharusnya mendapatkan belaiankasih sayang dari orang tuanya malah harus berdiri di medan perang mengorbankan nyawanya demi sesuatu hal yang mereka sendiri tidak paham akan esensi dari hal tersebut.